Astronomi, yang secara etimologi berarti "ilmu bintang" (dari Yunani: άστρο, + νόμος), adalah ilmu yang melibatkan pengamatan dan penjelasan kejadian yang terjadi di luar Bumi dan atmosfernya. Ilmu ini mempelajari asal-usul, evolusi, sifat fisik dan kimiawi benda-benda yang bisa dilihat di langit (dan di luar Bumi), juga proses yang melibatkan mereka.

Selama sebagian abad ke-20, astronomi dianggap terpilah menjadi astrometri, mekanika langit, dan astrofisika. Status tinggi sekarang yang dimiliki astrofisika bisa tercermin dalam nama jurusan universitas dan institut yang dilibatkan di penelitian astronomis: yang paling tua adalah tanpa kecuali bagian 'Astronomi' dan institut, yang paling baru cenderung memasukkan astrofisika di nama mereka, kadang-kadang mengeluarkan kata astronomi, untuk menekankan sifat penelitiannya. Selanjutnya, penelitian astrofisika, secara khususnya astrofisika teoretis, bisa dilakukan oleh orang yang berlatar belakang ilmu fisika atau matematika daripada astronomi.

Astronomi Bulan: kawah besar ini adalah Daedalus, yang dipotret kru Apollo 11 selagi mereka mengedari Bulan pada 1969. Ditemukan di tengah sisi gelap bulan Bumi, garis tengahnya sekitar 93 km

Astronomi adalah salah satu di antara sedikit ilmu pengetahuan di mana amatir masih memainkan peran aktif, khususnya dalam hal penemuan dan pengamatan fenomena sementara. Astronomi jangan dikelirukan dengan astrologi, ilmusemu yang mengasumsikan bahwa takdir manusia dapat dikaitkan dengan letak benda-benda astronomis di langit. Meskipun memiliki asal-muasal yang sama, kedua bidang ini sangat berbeda; astronom menggunakan metode ilmiah, sedangkan astrolog tidak.

Cabang-cabang astronomi

Astronomy dipisahkan ke dalam cabang. Perbedaan pertama di antara 'teoretis dan observational' astronomi. Pengamat menggunakan berbagai jenis alat untuk mendapatkan data tentang gejala, data yang kemudian dipergunakan oleh teoretikus untuk 'membuat' teori dan model, menerangkan pengamatan dan memperkirakan yang baru.

Bidang yang dipelajari juga dikategorikan menjadi dua cara yang berbeda: dengan 'subyek', biasanya menurut daerah angkasa (misalnya Astronomi Galaksi) atau 'masalah' (seperti pembentukan bintang atau kosmologi); atau dari cara yang dipergunakan untuk mendapatkan informasi (pada hakekatnya, daerah di mana spektrum elektromagnetik dipakai). Pembagian pertama bisa diterapkan kepada baik pengamat maupun teoretikus, tetapi pembagian kedua ini hanya berlaku bagi pengamat (dengan tak sempurna), selama teoretikus mencoba menggunakan informasi yang ada, di semua panjang gelombang, dan pengamat sering mengamati di lebih dari satu daerah spektrum.

[sunting] Berdasarkan subyek atau masalah

Astronomi Planet, atau Ilmu Pengetahuan Planet: setan debu Mars. Dipotret oleh NASA Global Surveyor di orbit Mars, coret gelap yang panjang terbentuk oleh gerakan gumpalan atmosfer Mars yang berputar-putar (dengan kesamaan ke angin tornado darat). Setan debu (tempat hitam) mendaki tembok kawah. Coret di setengah tangan benar gambar adalah bukit pasir di lantai kawah.

Juga, ada disiplin lain yang mungkin dipertimbangkan sebagian astronomi:

Lihat daftar topik astronomi untuk daftar halaman yang berhubungan dengan astronomi yang lebih lengkap.

[sunting] Cara-cara mendapatkan informasi

Dalam astronomi, informasi sebagian besar didapat dari deteksi dan analisis radiasi elektromagnetik, foton, tetapi informasi juga dibawa oleh sinar kosmik, neutrino, dan, dalam waktu dekat, gelombang gravitasional (lihat LIGO dan LISA). Pembagian astronomi secara tradisional dibuat berdasarkan rentang daerah spektrum elektromagnetik yang diamati:

  • Astronomi optikal menunjuk kepada teknik yang dipakai untuk mengetahui dan menganalisa cahaya pada daerah sekitar panjang gelombang yang bisa dideteksi oleh mata (sekitar 400 - 800 nm). Alat yang paling biasa dipakai adalah teleskop, dengan CCD dan spektrograf.
  • Astronomi inframerah mengenai deteksi radiasi infra merah (panjang gelombangnya lebih panjang daripada cahaya merah). Alat yang digunakan hampir sama dengan astronomi optik dilengkapi peralatan untuk mendeteksi foton infra merah. Teleskop Ruang Angkasa digunakan untuk mengatasi gangguan pengamatan yang berasal dari atmosfer.
  • Astronomi radio memakai alat yang betul-betul berbeda untuk mendeteksi radiasi dengan panjang gelombang mm sampai cm. Penerimanya mirip dengan yang dipakai dalam pengiriman siaran radio (yang memakai radiasi dari panjang gelombang itu).

Lihat juga Teleskop Radio.

Astronomi Ekstragalaktik: lensa gravitasi. Gambar dari Teleskop Ruang Angkasa Hubble ini menunjukkan beberapa obyek yang terbentuk dengan putaran yang biru yang sebetulnya adalah beberapa tampilan dari galaksi yang sama. Mereka sudah digandakan oleh efek lensa gravitasi kelompok galaksi yang berwarna kuning, bulat panjang dan spiral di dekat pusat foto. Pelensaan gravitasi dihasilkan oleh bidang gravitasi kelompok yang luar biasa masif sehingga mampu melengkungkan cahaya. Beberapa akibatnya adalah memperbesar ukuran obyek yang dilensakan, menjadikan terang dan mengubah tampilan benda yang lebih jauh.

Astronomi optik dan radio bisa dilakukan di observatorium landas bumi, karena atmosfer transparan pada panjang gelombang itu. Cahaya infra merah benar-benar diserap oleh uap air, sehingga observatorium infra merah terpaksa ditempatkan di tempat kering yang tinggi atau di angkasa.

Atmosfer kedap pada panjang gelombang astronomi sinar-X, astronomi sinar-gamma, astronomi ultra violet dan, kecuali sedikit "jendela" dari panjang gelombang, astronomi infra merah jauh, oleh sebab itu pengamatan bisa dilakukan hanya dari balon atau observatorium luar angkasa.

[sunting] Sejarah Singkat

Pada bagian awal sejarahnya, astronomi memerlukan hanya pengamatan dan ramalan gerakan benda di langit yang bisa dilihat dengan mata telanjang. Rigveda menunjuk kepada ke-27 rasi bintang yang dihubungkan dengan gerakan matahari dan juga ke-12 Zodiak pembagian langit. Yunani kuno membuatkan sumbangan penting sampai astronomi, di antara mereka definisi dari sistem magnitudo. Alkitab berisi sejumlah pernyataan atas posisi tanah di alam semesta dan sifat bintang dan planet, kebanyakan di antaranya puitis daripada harfiah; melihat Kosmologi Biblikal. Pada tahun 500 M, Aryabhata memberikan sistem matematis yang mengambil tanah untuk berputar atas porosnya dan mempertimbangkan gerakan planet dengan rasa hormat ke matahari.

Penelitian astronomi hampir berhenti selama abad pertengahan, kecuali penelitian astronom Arab. Pada akhir abad ke-9 astronom Muslim al-Farghani (Abu'l-Abbas Ahmad ibn Muhammad ibn Kathir al-Farghani) menulis secara ekstensif tentang gerakan benda langit. Karyanya diterjemahkan ke dalam bahasa Latin di abad ke-12. Pada akhir abad ke-10, observatorium yang sangat besar dibangun di dekat Teheran, Iran, oleh astronom al-Khujandi yang mengamati rentetan transit garis bujur Matahari, yang membolehkannya untuk menghitung sudut miring dari gerhana. Di Parsi, Umar Khayyām (Ghiyath al-Din Abu'l-Fath Umar ibn Ibrahim al-Nisaburi al-Khayyami) menyusun banyak tabel astronomis dan melakukan reformasi kalender yang lebih tepat daripada Kalender Julian dan mirip dengan Kalender Gregorian. Selama Renaisans Copernicus mengusulkan model heliosentris dari Tata Surya. Kerjanya dipertahankan, dikembangkan, dan diperbaiki oleh Galileo Galilei dan Johannes Kepler. Kepler adalah yang pertama untuk memikirkan sistem yang menggambarkan dengan benar detail gerakan planet dengan Matahari di pusat. Tetapi, Kepler tidak mengerti sebab di belakang hukum yang ia tulis. Hal itu kemudian diwariskan kepada Isaac Newton yang akhirnya dengan penemuan dinamika langit dan hukum gravitasinya dapat menerangkan gerakan planet.

Bintang adalah benda yang sangat jauh. Dengan munculnya spektroskop terbukti bahwa mereka mirip matahari kita sendiri, tetapi dengan berbagai temperatur, massa dan ukuran. Keberadaan galaksi kita, Bima Sakti, dan beberapa kelompok bintang terpisah hanya terbukti pada abad ke-20, serta keberadaan galaksi "eksternal", dan segera sesudahnya, perluasan Jagad Raya dilihat di resesi kebanyakan galaksi dari kita.

Kosmologi membuat kemajuan sangat besar selama abad ke-20, dengan model Ledakan Dahsyat yang didukung oleh pengamatan astronomi dan eksperimen fisika, seperti radiasi kosmik gelombang mikro latar belakang, Hukum Hubble dan Elemen Kosmologikal. Untuk sejarah astronomi yang lebih terperinci, lihat sejarah astronomi.

[sunting] Astronomi di Indonesia

[sunting] Masyarakat tradisional

Seperti kebudayaan-kebudayaan lain di dunia, masyarakat asli Indonesia sudah sejak lama menaruh perhatian pada langit. Keterbatasan pengetahuan membuat kebanyakan pengamatan dilakukan untuk keperluan astrologi. Pada tingkatan praktis, pengamatan langit digunakan dalam pertanian dan pelayaran. Dalam masyarakat Jawa misalnya dikenal pranatamangsa, yaitu peramalan musim berdasarkan gejala-gejala alam, dan umumnya berhubungan dengan tata letak bintang di langit.

Nama-nama asli daerah untuk penyebutan obyek-obyek astronomi juga memperkuat fakta bahwa pengamatan langit telah dilakukan oleh masyarakat tradisional sejak lama. Lintang Waluku adalah sebutan masyarakat Jawa tradisional untuk menyebut tiga bintang dalam sabuk Orion dan digunakan sebagai pertanda dimulainya masa tanam. Gubuk Penceng adalah nama lain untuk rasi Salib Selatan dan digunakan oleh para nelayan Jawa tradisional dalam menentukan arah selatan. Joko Belek adalah sebutan untuk Planet Mars, sementara lintang kemukus adalah sebutan untuk komet. Sebuah bentangan nebula raksasa dengan fitur gelap di tengahnya disebut sebagai Bimasakti.

[sunting] Masa modern

Pelaut-pelaut Belanda pertama yang mencapai Indonesia pada akhir abad-16 dan awal abad-17 adalah juga astronom-astronom ulung, seperti Pieter Dirkszoon Keyser dan Frederick de Houtman. Lebih 150 tahun kemudian setelah era penjelajahan tersebut, misionaris Belanda kelahiran Jerman yang menaruh perhatian pada bidang astronomi, Johan Maurits Mohr, mendirikan observatorium pertamanya di Batavia pada 1765. James Cook, seorang penjelajah Inggris, dan Louis Antoine de Bougainville, seorang penjelajah Perancis, bahkan pernah mengunjungi Mohr di observatoriumnya untuk mengamati transit Planet Venus pada 1769[1].

Ilmu astronomi modern makin berkembang setelah pata tahun 1928, atas kebaikan Karel Albert Rudolf Bosscha, seorang pengusaha perkebunan teh di daerah Malabar, dipasang beberapa teleskop besar di Lembang, Jawa Barat, yang menjadi cikal bakal Observatorium Bosscha, sebagaimana dikenal pada masa kini.

Penelitian astronomi yang dilakukan pada masa kolonial diarahkan pada pengamatan bintang ganda visual dan survei langit di belahan selatan ekuator bumi, karena pada masa tersebut belum banyak observatorium untuk pengamatan daerah selatan ekuator.

Setelah Indonesia memperoleh kemerdekaan, bukan berarti penelitian astronomi terhenti, karena penelitian astronomi masih dilakukan dan mulai adanya rintisan astronom pribumi. Untuk membuka jalan kemajuan astronomi di Indonesia, pada tahun 1959, secara resmi dibuka Pendidikan Astronomi di Institut Teknologi Bandung.

Pendidikan Astronomi di Indonesia secara formal dilakukan di Departemen Astronomi, Institut Teknologi Bandung. Departemen Astronomi berada dalam lingkungan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) dan secara langsung terkait dengan penelitian dan pengamatan di Observatorium Bosscha.

Lembaga negara yang terlibat secara aktif dalam perkembangan astronomi di Indonesia adalah Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN).

Selain pendidikan formal, terdapat wadah informal penggemar astronomi, seperti Himpunan Astronomi Amatir Jakarta, serta tersedianya planetarium di Taman Ismail Marzuki, Jakarta yang selalu ramai dipadati pengunjung.

Perkembangan astronomi di Indonesia mengalami pertumbuhan yang pesat, dan mendapat pengakuan di tingkat Internasional, seiring dengan semakin banyaknya pakar astronomi asal Indonesia yang terlibat dalam kegiatan astronomi di seluruh dunia, serta banyaknya siswa SMU yang memenangi Olimpiade Astronomi Internasional maupun Olimpiade Astronomi Asia Pasific.

Demikian juga dengan adanya salah seorang putra terbaik bangsa dalam bidang astronomi di tingkat Internasional, yaitu Profesor Bambang Hidayat yang pernah menjabat sebagai vice president IAU (International Astronomical Union).

Gugus Bintang dalam Awan Molekul

Disclaimer
Ini adalah bahan presentasi untuk kuliah Star Formation and Origin of Solar Systems yang diajarkan oleh Ewine van Dishoeck. Tulisan ini agak teknis sifatnya, jadi mohon maaf bagi para pembaca awam bila ada metode, teknik, dan kosa kata yang asing.

Abstrak
Gugus bintang lahir bersebadan di dalam awan molekul raksasa dan pada saat pembentukannya hanya dapat diamati dalam panjang gelombang inframerah karena awan antar bintang yang melingkupi gugus ini menghamburkan panjang gelombang optik. Dari katalog gugus-gugus muda dapat disusun distribusi usia gugus muda dan gugus terbuka, dan ditemukan bahwa lebih dari 90% gugus muda tidak terus terikat secara gravitasi dan bertahan menjadi gugus terbuka namun menguap dan bergabung dengan bintang-bintang medan di sekitarnya. Dengan kata lain, terdapat tingkat kematian gugus yang tinggi. Sebagian besar bintang yang terbentuk di dalam gugus muda ini terbentuk dalam gugus-gugus kaya yang jumlah anggotanya lebih dari 100 bintang atau lebih dan memiliki massa gugus lebih dari 50 kali massa matahari. Pengematan kompleks awan antar bintang terdekat menunjukkan bahwa 70 - 90% bintang yang terdapat dalam awan tersebut merupakan anggota gugus muda. Dalam posting blog kali ini akan dibahas karakteristik gugus muda dan perannya dalam menentukan Initial Mass Function (IMF), dan juga sedikit mengenai evolusi dinamikanya.
Kata Kunci: gugus, pembentukan bintang, initial mass function

Pengantar
Bintang terbentuk dari gas-gas antar bintang yang kerapatannya tinggi. Gas-gas antar bintang ini terbentang dalam ruang sebesar beberapa parsec dan massanya bisa ribuan kali massa matahari. Karena gas-gas ini kerapatannya tinggi dan bermassa besar, gravitasi mendominasi dinamika internal awan-awan gas sehingga awan dapat runtuh ke arah pusat dan memulai proses pembentukan bintang. Kombinasi antara turbulensi dalam awan dan energi magnetik dalam awan menghambat proses keruntuhan ini dengan cukup efektif, namun di titik-titik paling rapat dalam awan gas tersebut dapat terjadi pelemahan medan magnetik dan jabang bayi bintang (protobintang) dapat terbentuk.

Gugus Pleides. Di sekitar bintang-bintang anggota gugus ini masih terdapat awan-awan antar bintang yang melingkupi bintang-bintang tersebut.Namun jabang bayi bintang-bintang ini diamati tidak terbentuk sendirian, namun terbentuk bersama-sama jabang-jabang bintang lainnya. Jadi sebuah awan gas raksasa ini dapat membentuk banyak jabang-jabang bintang yang akhirnya saling terikat secara gravitasional membentuk gugus bintang. Bila gugus bintang sudah terbentuk, angin bintang yang mereka hembuskan akan meniup sisa-sisa gas antar bintang yang masih ada. Gugus Pleiades adalah salah satu gugus bintang-bintang muda yang masih menyisakan awan antar bintang yang membentuk gugus tersebut.

Gugus Trapezium di Nebula Orion. Bila diamati pada panjang gelombang visual (0.45 micron), protogugus tidak akan terlihat, namun pengamatan dalam panjang gelombang inframerah (2 mikron) dapat menembus awan antar bintang yang melingkupi protogugus tersebut.Bila gugus bintang ini masih dalam proses pembentukan, maka protogugus ini masih dilingkupi oleh awan antar bintang sehingga jabang-jabang bintang di dalam awan tidak akan terlihat bila kita melihatnya pada panjang gelombang visual (0.45 mikron). Namun pengamatan pada panjang gelombang inframerah (2 mikron) dapat menembus awan antar bintang yang menghalangi pandangan kita dan menyingkap apa yang terjadi di dalam awan antar bintang tersebut.

Gugus bintang memiliki peran penting dalam usaha kita memahami alam semesta. Karena gugus mengandung sejumlah besar bintang dalam ruang yang relatif kecil maka mereka memiliki cuplikan bintang yang jumlahnya signifikan secara statistik dengan rentang massa yang lebar. Bintang-bintang dalam gugus juga terbentuk bersamaan sehingga memiliki usia dan jenis awan molekul pembentuk yang sama. Dengan menempatkan bintang-bintang anggota gugus dalam diagram dua-warna maka kita dapat melakukan pengujian terhadap teori evolusi bintang. Terlebih lagi, gugus bintang dalam awan molekul adalah objek-objek muda yang masih membawa jejak proses pembentukan bintang yang melahirkan mereka. Oleh karena itu sangatlah penting untuk mempelajari gugus-gugus muda ini sebagai usaha kita mempelajari proses pembentukan bintang.

Identifikasi Gugus
Gugus L1630 dalam pita K. Kontur menyatakan kerapatan bintang yang terdeteksiKarena gugus muda ini tersembunyi dalam awan gas, maka dibutuhkan pengamatan yang bisa menembus awan-awan gas tersebut. Contoh adalah gugus L1630 yang ditampilkan dalam gambar di atas. Gambar ini adalah kontur dari kerapatan bintang yang terdeteksi, dan sebagaimana kita lihat terdapat daerah-daerah yang lebih rapat dari daerah di sekitarnya. Daerah ini ditandai oleh arsir warna kelabu yang menandai daerah dengan kerapatan lebih dari 10 kali kerapatan daerah di sekitarnya. Mengenali keberadaan gugus dalam awan molekul bergantung pada banyaknya anggota gugus (gugus yang kaya akan anggota lebih mudah terlihat karena kerapatannya akan jauh lebih tinggi dari daerah sekitarnya), ukuran spasialnya (gugus yang rentang wilayahnya besar akan sulit dikenali karena akan nampak membaur dengan daerah sekitarnya), dan lokasinya di bidang galaksi (di bidang Galaksi kita banyak terdapat sumber-sumber inframerah yang dapat mengaburkan keberadaan gugus).

Begitu kita dapat mengetahui keberadaan gugus, masalah selanjutnya adalah mengidentifikasi anggota-anggota gugus tersebut. Identifikasi keanggotaan ini lebih sulit daripada mengenali keberadaan gugus. Pada umumnya kita gunakan cacah bintang, namun dalam kebanyakan kasus hal ini sulit dilakukan, sehingga kita memerlukan data yang independen untuk mengetahui apakah suatu bintang merupakan anggota gugus atau bukan. Data gerak diri bintang akan sangat berguna dalam kasus ini, karena bintang-bintang anggota gugus pada umumnya memiliki arah gerak yang mengarah pada satu titik (disebut titik apeks).

Sifat-Sifat Dasar
Sifat-sifat dasar beberapa gugus
Begitu kita dapat mengetahui keberadaan sebuah gugus dan anggota-anggotanya, maka sifat-sifat dasar gugus tersebut dapat ditentukan. Tabel di atas menampilkan sifat-sifat beberapa gugus: Jumlah anggotanya, jari-jari bentangan gugus tersebut, dan kerapatan gugus tersebut. Dua kolom terakhir di sebelah kanan menampilkan jumlah bintang dan kerapatan bintang pada daerah dengan jari-jari 0.1 parsec di pusat gugus. Pada baris terakhir diberikan juga data untuk gugus terbuka yang usianya lebih tua, yaitu gugus Taurus.

Struktur Gugus: Konsentris vs Hierarkhis
Struktur sebuah gugus dalam awan molekul sangat menarik untuk diteliti karena besar kemungkinan mencerminkan proses fisis yang membentuk struktur tersebut. Struktur gugus-gugus termuda khususnya mencerminkan struktur awan molekul yang membentuk gugus tersebut. Dua jenis dasar struktur yang terlihat adalah: 1. Gugus hierarkhis menampilkan kerapatan permukaan yang terkonsentrasi pada beberapa titik, sementara 2. Gugus konsentris memiliki distribusi permukaan yang terpusat pada satu titik dan menampilkan profil radial yang dapat didekati dengan hukum pangkat (power law) atau distribusi King, f(r) = f_o[1 + (r/r_c)^2]^{-1}.

Kontur kerapatan permukaan sumber-sumber inframerah (pita J) dalam gugus muda NGC 2264. Ini adalah contoh gugus yang memiliki struktur hierarkhisContoh dari gugus dengan stuktur hierarkhis adalah NGC 2264 yang ditampilkan pada gambar di samping. Gugus ini dapat nampak sebagai dua buah gugus ganda atau bahkan gugus kuadrupel dan mengandung paling tidak dua tingkat hierarkhi. Adanya stuktur hierarkhis seperti demikian memberikan jejak tentang sifat awan gas dan debu antarbintang yang penuh dengan turbulensi.

Gugus-gugus lainnya, seperti gugus bintang dalam Nebula Orion-Trapezium memiliki konsentrasi pusat yang kuat dan profil radial yang dapat dihampiri dengan hukum pangkat. Konsentrasi seperti ini menunjukkan dominasi gravitasi atas turbulensi dalam proses pembentukan sistem ini. Kita belum mengetahui apakah struktur ini adalah sebuah sifat primordial dari sebuah gugus atau merupakan hasil sebuah evolusi dari struktur yang lebih hierarkhis.

Fungsi Massa Gugus
Fungsi distribusi massa gugus dalam awan molekulCharles Lada dan Elizabeth Lada (2003), dua orang astronom yang bekerja dalam penelitian gugus muda, mengkompilasi katalog gugus-gugus muda dalam awan molekul. Dalam katalog ini terkumpul 76 buah gugus muda yang terletak dalam jarak ~2 kpc dari matahari kita. Fungsi massa untuk seluruh gugus ini dihitung dengan mengasumsikan Initial Mass Function (IMF) yang sama untuk tiap gugus. Massa gugus yang dihitung berkisar antara 20 hingga 1100 kali massa matahari. Distribusi massa dari keseluruhan gugus ditampilkan dalam grafik di samping. Fungsi distribusi massa menampilkan dua ciri yang khas: Pertama, fungsi tersebut relatif datar dalam rentang massa antara 50 hingga 1000 kali massa matahari. Artinya, gugus dengan massa 1000 kali massa matahari, meskipun jarang, memberikan kontribusi yang cukup signifikan terhadap massa total bintang-bintang dalam lingkup 2 kpc. Kontribusi ini kurang lebih seimbang dengan kontribusi oleh gugus-gugus lain dengan massa yang jauh lebih kecil (antara 5 - 100 kali massa matahari) namun jumlahnya lebih banyak. Ciri kedua adalah sedikitnya jumlah gugus dengan massa terkecil (~20 - 50 kali massa matahari). Ini mungkin disebabkan oleh ketidaklengkapan dalam cuplikan jumlah gugus bermassa kecil (bintang bermassa kecil umumnya sangat redup sehingga amat sulit dideteksi), namun koreksi dari pemodelan juga menunjukkan bahwa gugus bermassa kecil memang jarang ditemukan. Ini menunjukkan bahwa memang ada massa karakteristik (kira-kira 50 kali massa matahari) yang menjadi batas minimum dari massa gugus yang terbentuk.

Tingkat kelahiran gugus
Katalog gugus bintang dalam awan molekul dapat digunakan untuk menentukan usia masing-masing gugus dan menentukan tingkat kelahiran (birthrate) sebuah gugus. Untuk 53 buah gugus dalam jarak 2 kpc dari matahari, diperkirakan bahwa laju pembentukan gugus berkisar antara 2 hingga 4 gugus setiap satu juta tahun dalam area permukaan seluas 1 kpc persegi (2 - 4 Myrs^{-1} kpc^{-2}), bila kita mengasumsikan usia rata-rata gugus masing-masing adalah 2 dan 1 juta tahun.

Frekuensi distribusi umur yang teramati dalam jarak 2 kpc dari matahari (garis tegas) dan yang diprediksikan untuk laju pembentukan bintang yang konstan (garis putus-putus). Seluruh gugus dalam awan molekul jatuh dalam bin usia termuda. Perbedaan yang besar antara nilai teramati dengan yang diprediksi menunjukkan tingkat kematian gugus yang tinggiBila kita gabungkan katalog gugus muda Charles dan Elizabeth Lada dengan katalog gugus terbuka, kita dapat memeriksa distribusi umur seluruh gugus baik gugus terbuka maupun gugus dalam awan molekul. Hasil penyusunan distribusi umur ini ditampilkan pada gambar di samping. Gugus dalam awan molekul berusia paling muda dan berada di bin usia terendah, selebihnya adalah gugus terbuka. Pada gambar ini juga ditampilkan prediksi distribusi usia gugus bila kita mengasumsikan tingkat kelahiran yang konstan (garis putus-putus).

Bila kita membandingkan antara distribusi usia gugus yang diprediksikan oleh tingkat kelahiran konstan, dengan distribusi usia gugus yang diamati, kita lihat bahwa ada rentang yang semakin besar pada usia gugus yang semakin tua. Ini menunjukkan bahwa tidak semua gugus muda akan tetap terikat secara gravitasi dan bertahan menjadi gugus terbuka. Grafik ini menunjukkan adanya tingkat kematian gugus yang tinggi. Kurang dari ~4% dari seluruh gugus yang terbentuk dalam awan molekul dapat bertahan hingga 100 juta tahun, dan kurang dari 10% bertahan hingga 10 juta tahun. Sebagian besar gugus muda akan menguap dan bergabung dengan bintang-bintang medan di Galaksi kita dalam waktu kurang 10 juta tahun. Gugus terbuka yang berusia lebih dari 100 juta tahun sangat jarang. Fakta ini pertama kali ditekankan oleh Jan Hendrik Oort (1957) dan penjelasannya diberikan oleh Lyman Spitzer, Jr. (1958): perjumpaan sebuah gugus dengan awan antar bintang dapat menghamburkan gugus tersebut, dan bila perjumpaan ini terjadi beberapa kali maka gugus tersebut dapat hilang sama sekali dan bintang-bintang anggota gugus akan menyatu dengan bintang-bintang lainnya di piringan Galaksi kita. Dalam konteks ini, kita dapat menyatakan bahwa tingkat kematian gugus muda dan harapan hidup sebuah gugus bergantung pada jaraknya terhadap pusat Galaksi. Ini karena gaya pasang Galaksi dan jumlah awan antar bintang di Galaksi kita meningkat dengan semakin dekatnya jarak pusat Galaksi, sehingga perjumpaan gugus dengan awan antar bintang akan semakin sering dan disruptif. Sydney van den Bergh dan Robert McClure (1980) menunjukkan bahwa gugus-gugus terbuka yang tertua sangat terkonsentrasi di bagian terluar Galaksi kita. Fakta ini mereka jelaskan melalui frekuensi perjumpaan gugus dengan awan molekul.

Fungsi Luminositas
Teori evolusi bintang menyatakan bahwa�begitu terbentuk�nasib sebuah bintang ditentukan dari massa bintang tersebut pada saat lahir (zero age main sequence atau ZAMS). Oleh karena itu sangat penting untuk mengetahui distribusi massa bintang pada saat lahir (IMF atau initial mass function) dan bagaimana variasi IMF terhadap ruang dan waktu. Dengan mengetahui IMF kita dapat mengetahui dinamika dan evolusi sistem bintang seperti gugus atau bahkan galaksi. IMF juga penting untuk mengetahui proses pembentukan bintang karena proses ini yang mengatur perubahan materi antar bintang menjadi bintang. Masalahnya evolusi bintang tidak mampu memprediksikan bentuk IMF, kita hanya dapat memperolehnya melalui pengamatan. Namun hal ini tidaklah mudah karena massa sebuah bintang bukanlah kuantitas yang dapat langsung teramati. Pada umumnya kita mengamati terlebih dahulu luminositas bintang dan selanjutnya melakukan transformasi luminositas ke dalam massa bintang. Lagi-lagi hal ini membutuhkan pengetahuan mengenai evolusi bintang. Beberapa teknik telah digunakan untuk menentukan IMF dari gugus terbuka maupun bintang medan di piringan Galaksi kita.

Penggunaan gugus dalam awan molekul mempermudah penentuan IMF karena usianya yang terlalu muda membuat mereka belum kehilangan anggota-anggotanya akibat evolusi bintang atau evaporasi. Massa yang dihitung dari bintang-bintang anggota gugus ini dengan demikian adalah pendekatan terhadap IMF yang sebenarnya. Gugus ini juga dapat digunakan untuk mengetahui IMF bintang-bintang bermassa rendah karena dalam gugus muda ini bintang-bintang itu sebagian besar belum memasuki deret utama. Dengan kata lain, bintang-bintang bermassa rendah ini kecerlangannya tinggi sehingga mudah ditemukan. Masalah dalam mendapatkan IMF dari gugus dalam awan molekul adalah 1) gugus ini tersembunyi dalam awan molekul dan tak dapat diamati pada panjang gelombang optik dan 2) bintang-bintang anggota gugus dalam awan molekul sebagian besar adalah bintang-bintang pra deret utama. Akibatnya perlu ada koreksi terhadap faktor ini dan ini membutuhkan pemodelan yang tak mudah. Hal terakhir yang harus diwaspadai adalah: dalam beberapa gugus, proses pembentukan bintang masih berlangsung sehingga IMF yang kita peroleh bukanlah IMF yang final. Kita harus hati-hati dalam menginterpretasikan fungsi massa dalam kondisi seperti ini.

Gugus Trapesium di Orion adalah gugus muda yang paling sering dipelajari. Pertama kali diidentifikasi oleh Robert Trumpler (1931) dan juga oleh Walter Baade dan Rudolph Minkowski (1937). Usia gugus ini adalah satu juta tahun (Hillenbrand, 1997) dan beranggotakan kira-kira 700 bintang (Hillenbrand dan Carpenter, 2000).

Histogram fungsi luminositas dalam pita K (2.2 mikron) untuk gugus trapezium. Juga ditampilkan KLF dari pemodelan yang sesuai dengan hasil pengamatan (Muench et al. 2002).IMF yang diturunkan dari KLF pada gambar di atas (Muench et al. 2002)Salah satu hasil perhitungan fungsi luminositas ditampilkan dalam gambar di samping atas (Muench et al. 2002) sementara fungsi massa yang dihasilkan ditampilkan dalam gambar di samping bawah.

Karakteristik utama dari IMF gugus ini adalah 1) peningkatan pesat jumlah bintang dengan massa dari ~10 kali massa matahari (bintang-bintang tipe OB) hingga 0.6 kali massa matahari, yang tunduk mengikuti hukum pangkat, 2) pelandaian kurva dan peningkatan perlahan hingga massa ~0.1 kali massa matahari (ini berada di sekitar limit pembakaran Hidrogen atau Hydrogen Burning Limit), 3) turunnya jumlah bintang hingga daerah subbintang atau bintang katai coklat, dan 4) puncak kedua di daerah sekitar 0.015 kali massa matahari (kira-kira 15 kali massa Jupiter) dan penurunan drastis pada massa yang lebih rendah di luar batas pembakaran deuterium (~10 kali massa Jupiter).

Karakteristik paling signifikan dalam IMF ini adalah puncak lebar yang kurang lebih datar dan berkisar antara 0.1 hingga 0.6 kali massa matahari. Ini merupakan puncak distribusi massa awal dan menunjukkan bahwa ada massa karakteristik yang dihasilkan oleh proses pembentukan bintang dalam awan Orion. Akibatnya, sebagian besar massa bintang yang dihasilkan berkisar antara 0.1 hingga 0.6 kali massa matahari. Proses ini menghasilkan bintang bermassa kecil dan besar yang relatif sedikit.

Perbandingan antara IMF yang dihasilkan dari beberapa pengamatan inframerah. Fungsi-fungsi IMF yang dihasilkan dari pengamatan yang independen satu sama lain pada umumnya saling konsisten satu sama lain, kecuali pada pada puncak keduaPuncak kedua pada massa 0.015 kali massa matahari juga menarik untuk diteliti lebih lanjut. Puncak kedua ini mengimplikasikan adanya mekanisme sekunder yang menghasilkan bintang-bintang pada daerah massa ini, yaitu bintang katai coklat. Walaupun demikian kita harus berhati-hati dalam menginterpretasikan puncak pada daerah ini karena akurasinya bergantung pada hubungan massa-luminositas yang digunakan dalam pemodelan. Gambar di samping menampilkan perbandingan antara berbagai IMF yang dihasilkan dari data pengamatan yang berbeda-beda dan saling independen. Untuk massa yang lebih besar dari 0.0015 kali massa matahari, konsistensinya cukup mengagumkan, namun pada daerah puncak kedua, konsistensinya tidak terlalu baik. Ketidakkonsistenan ini mencerminkan ketidakpastian dalam pemodelan bintang-bintang bermassa rendah. Pada segala kasus, bagaimanapun, ada kesepakatan bahwa IMF menurun tajam pada hingga menuju massa di bawah batas pembakaran hidrogen. Namun, kuantisasi tentang berapa curamnya penurunan itu dan berapa tingginya puncak kedua ini masih belum dipastikan.

Evolusi Dinamik dan Tingkat Kematian Gugus
Asal-usul gugus dalam awan molekul masih menjadi misteri, namun apa yang terjadi sesudah terbentuknya gugus sudah diteliti cukup mendalam baik secara analitis maupun numerik. Gugus terbentuk di dalam inti awan masif yang berkerapatan tinggi. Proses pembentukan bintang pada dasarnya adalah proses yang menghancurkan awan molekul tersebut karena bahan baku pembentukan bintang adalah awan molekul itu sendiri. Oleh karena itu, sebuah bintang yang baru terbentuk akan mengubah kondisi lingkungan gas-gas di sekitarnya. Kelahiran bintang bermassa besar dapat menghancurkan awan-awan molekul itu seluruhnya.


Nebula Bumerang adalah salah satu contoh protobintang yang menghasilkan bipolar outflowProses pembentukan bintang adalah proses yang tidak efisien. Tidak seluruh awan antar bintang akan membentuk bintang. Sebagian besar dihembuskan menjauhi bintang-bintang yang terbentuk karena tertiup oleh angin bintang muda yang baru terbentuk, atau oleh bipolar outflow yang menghembuskan banyak materi. Selain menjadi bahan baku dalam pembentukan bintang, materi antar bintang juga menjadi �lem� yang mengikat bintang-bintang anggota gugus dalam awan molekul, sehingga hilangnya awan antar bintang ini berpotensi mengganggu ikatan gravitasi bintang-bintang anggota gugus dan melepas bintang-bintang ini satu per satu ke medan di sekitarnya. Dengan demikian, evolusi gugus dalam awan molekul juga bergantung pada evolusi awan molekul yang melingkupinya.

Bila awan antar bintang yang melingkupi gugus ini terganggu dan berubah sangat cepat dalam skala waktu yang lebih singkat daripada skala dinamika gugus di dalamnya, maka respon dinamik gugus tersebut bergantung pada efisiensi pembentukan bintang pada saat hilangnya gas. Dalam kasus pembuangan gas yang sangat pesat, sebuah gugus akan tetap bertahan menjadi gugus hanya jika efisiensi pembentukan bintangnya lebih besar dari 50%. Karena proses pembentukan bintang dalam gugus muda ini sangatlah rendah, maka sebagian besar gugus dalam awan molekul tidak muncul sebagai gugus pada saat awan molekul pembentuknya tertiup seluruhnya. Gugus muda tersebut muncul sebagai sistem tak terikat. Sehingga, meskipun sebagian besar bintang di galaksi terbentuk dalam gugus bintang, namun dengan cepat gugus berevolusi menjadi asosiasi yang tak terikat alih-alih sebagai gugus terbuka yang terikat secara gravitasi.

 


Prolog:

Bintang adalah pelita-pelita yang menghiasi langit dekat, merupakan bola besar yang panas, terang, pijaran gas yang mengeluarkan cahaya. Bintang kelihatan kecil karena sangat jauh dari bumi. Bintang yang terdekat dengan tata surya kita adalah Proxima Centauri, yang berjarak lebih dari 4000 juta juta km, atau sekitar 4 tahun cahaya.

Al Qur�an telah menjelaskan kegunaan manfaat bintang-bintang sebagai: Tanda untuk penunjuk jalan, hiasan langit dunia, peluru-peluru untuk melempar syaitan dan sebagai salah satu sumber rejeki.

Pada bigian ini penulis berusaha mengenalkan beberapa bintang-bintang dan fungsi dan faedahnya, dengan mengacu kepada ayat-ayat yang mengandung sumpah di dalam Al Qur�an. Dan sekaligus menampakan nilai-nilai sains di dalam Al Qur�an, sebagai berikut:

PASAL 1, LUBANG HILAT (BLACK HOLES):


Artinya: �Sungguh, Aku bersumpah dengan bintang-bintang yang beredar dan terbenam�.

Arti kata (Al Khunnasi - Al Jawari - Al Kunnasi:

Kalimat �al-khunnasi al-jawari al-kunnasi� dari Surah at-Takwir ayat ke-16 dalam bahasa Arab, dapat dilihat dari Kamus Ibnu Faris (w. 395 H) dan Kamus-kamus bahasa Arab lainnya, mendifinisikan dua kalimat ini agar mendekati kepada pengertian yang dimaksud kalimat al-khunnasi al-jawari al-kunnasi pada kedua ayat surah At-Takwir, sbb:

Pertama: �Al-khunnas�, berasal dari akar kata �khanasa�, yang arti dasarnya menghilang dan tertutupi, dikatakan al-khanasu, hilang dipersembunyiaanya, seperti dikatakan pula �khanastu anhu, wa akhnastu anhu haqqahu�, saya tersembunyi dari dia, atau saya menyembunyikan dari dia.

Wal-khunnasi: Bintang hilang dipersembunyian, dikatakan demikian karena menghilang di siang hari dan muncul pada malam hari. Dan �al khunnaasu�, bentuk isim fail dalam bahasa Arab, adalah sifat syetan karena dia kabur jika disebutkan Nama Allah. Dengan demikian, al-khunnas plural �khaanis�, yaitu sesuatu yang hilang dari pandangan mata.‏
Kedua : �Al-jawari�, atau �al-jariyati� : melintas (pada porosnya), yaitu plural �jariyatu�, dari asal kata �al-jariyu�, melintas dengan kecepatan tinggi.

Ketiga : �Al-kunnasi�, (kanasa) bisa berarti dua hal : pertama, menghapuskan sesuatu dimukanya, menyapunya atau menghilangkannya. Kedua, berarti tersembunyi. Arti yang pertama menyapu rumah, yaitu membersihkannya dari debu, sedangkan �al-maktasatu� berarti alat sapu dan �al-kannaasatu�, yang disapu.
Dengan demikian, �Wal-kunnasi� : Bintang-bintang yang menghilang dan tersembunyi di tempat peredarannya kerena melintas sangat cepat.

Hakikat sains Al Qur�an :

Sungguh, Aku bersumpah dengan bintang-bintang, yang menghilang dan terbenam�.

Pengertian-pengertian di atas sesuai dengan apa yang dimaksud kalimat al-khunnasi, tetapi adanya dua kalimat pada ayat ke-16 dari surah At-Takwir yang mengandung arti yang sama, mendorong ahli tafsir berspekulasi lain penafsirannya pada dua ayat di surah At Takwir ini:

Allah bersumpah suatu sumpah yang tegas demi bintang-bintang yang bersinar, bersembunyi di siang hari, melintas pada tempat peredarannya kemudian tersapu dan tertutup pada petangnya.

Al Qurthubi menafsirkan: �Yaitu bintang-bintang yang bersembunyi di siang hari, dan tersapu atau tertutup pada petang harinya�. Makhluf menafsirkan: �Allah SWT bersumpah demi bintang-bintang yang tersembunyi di siang hari, yaitu hilang cahayanya dari pandangan mata, tetapi ia tetap berada pada tempat peredarannya, dan tersapu atau tertutupi pada petang harinya�. Beberapa ahli tafsir modern menafsirkan: �Yaitu bintang-bintang yang menghilang atau kembali pada porosnya, dan melintas keperedarannya kemudian bersembunyi.

Dengan mempertimbangkan spekulasi-spekulasi pengertian di atas, penulis berkesimpulan bahwa indikasi dari dua kalimat yang terdapat pada ayat ke-16 surah At Takwir tersebut, Allah mengarahkan perhatian pada sebuah kenyataan ilmiah penting.
Allah bersumpah dengan bintang-bintang yang beredar dan terbenam, indikasi ini sama persis dengan salah satu fenomena alam di ruang angkasa yang baru pada abad ke-20 ditemukan oleh astronom, yaitu �Lubang Hitam� (Black Holes).

Hakikat Ilmu Pengetahuan Kontemporer:
Lubang hitam : Adalah suatu fenomena alam ruang angkasa terbentuk ketika sebuah bintang yang telah menghabiskan seluruh bahan bakarnya ambruk hancur ke dalam dirinya sendiri, dan akhirnya berubah menjadi sebuah lubang hitam dengan kerapatan tak hingga dan volume nol serta medan magnet yang amat kuat.

Kita tidak mampu melihat lubang hitam dengan teropong terkuat sekalipun, sebab tarikan gravitasi lubang hitam tersebut sedemikian kuatnya sehingga cahaya tidak mampu melepaskan diri darinya. Namun, bintang yang runtuh seperti itu dapat diketahui dari dampak yang ditimbulkannya di wilayah sekelilingnya.
Tak ada sesuatu, termasuk radiasi elektromagnetik yang dapat lolos dari gravitasinya, bahkan cahaya hanya dapat masuk tetapi tidak dapat keluar atau melewatinya, dari sini diperoleh kata "hitam".

Istilah "lubang hitam" pertama kali digunakan tahun 1969 oleh fisikawan Amerika John Wheeler. Awalnya, kita beranggapan bahwa kita dapat melihat semua bintang. Akan tetapi, belakangan diketahui bahwa ada bintang-bintang di ruang angkasa yang cahayanya tidak dapat kita lihat. Sebab, cahaya bintang-bintang yang runtuh ini lenyap. Cahaya tidak dapat meloloskan diri dari sebuah lubang hitam disebabkan lubang ini merupakan massa berkerapatan tinggi di dalam sebuah ruang yang kecil.

Gravitasi raksasanya bahkan mampu menangkap partikel-partikel tercepat, seperti foton (partikel cahaya). Misalnya, tahap akhir dari sebuah bintang biasa, yang berukuran tiga kali massa Matahari, berakhir setelah nyala apinya padam dan mengalami keruntuhannya sebagai sebuah lubang hitam bergaris tengah hanya 20 kilometer (12,5 mil)! Lubang hitam berwarna "hitam", yang berarti tertutup dari pengamatan langsung. Namun demikian, keberadaan lubang hitam ini diketahui secara tidak langsung, melalui daya hisap raksasa gaya gravitasinya terhadap benda-benda langit lainnya.

Sebagaimana telah dibahas, bintang-bintang yang dijelaskan sebagai Al-Khunnasi al-jawari al-khunnasi dalam Al Qur'an memiliki kemiripan dekat dengan Black Holes yang dipaparkan di abad ke-20, dan mungkin mengungkapkan kepada kita tentang satu lagi keajaiban ilmiah Al Qur'an. (Wallahu A�lam).

PASAL 2, BINTANG SYI'RAA (SIRIUS):


Artinya : �Demi bintang ketika jatuh�.

Menurut kamus bahasa arab Al Muhith, kalimat �hawa�, pada ayat ke-1 surah An Najm ini artinya �jatuh�, yang kalau dirujuk pada kirab-kitab tafsir semuanya berkisah tentang bintang yang jatuh. Allah SWT tidak menjelaskan nama bintang yang jatuh pada ayat ini, ahli tafsir berbeda pendapat dalam mengidentifikasikan nama bintang tersebut. Yang dapat mencerahkan kita adanya ayat ke-49 surah yang sama menyebutkan bintang "Syi'raa" (Sirius).

Bintang Sirius (Syi�raa) :
Banyak sekali riwayat yang berbeda-beda dari ahli tafsir tentang bintang yang dimaksud ayat ini, penulis cenderung menyebutnya sebagai bintang �Sirius� (Syi�raa) dengan alasan, sbb :

Pertama, surah yang menceritakan peristiwa ini dinamakan surah An Najm (Bintang), di dalam surah yang terdiri dari 62 ayat ini tidak disebutkan bintang kecuali hanya pada dua tempat saja, yaitu pada ayat ke-1 disebutkan dalam bentuka sumapah �demi bintang ketika jatuh� (tidak dijelaskan namanya). Dan pada ayat ke-49 disebutkan sebagai Bintang Sirius, dalam firman Allah : �dan bahwasanya Dialah Tuhan (yang memiliki) bintang Syi'raa� (QS. An Najm : 49).

Kedua, Allah tidak bersumpah di dalam Al Qur�an kecuali hanya pada hal-hal yang sangat penting dan besar pengaruhnya terhadap manusia, kenyataan bahwa kata Arab �Syi�raa�, yang merupakan padan kata bintang Sirius adalah bintang paling terang di langit malam hari.

Sirius sesungguhnya adalah sepasang dua bintang, yang dikenal sebagai Sirius A dan Sirius B. Yang lebih besar adalah Sirius A, yang juga lebih dekat ke Bumi dan bintang paling terang yang dapat dilihat dengan mata telanjang. Tapi Sirus B tidak dapat dilihat tanpa teropong.

Bintang ganda Sirius beredar dengan lintasan berbentuk bulat telur mengelilingi satu sama lain. Masa edar Sirius A dan B mengelilingi titik pusat gravitasi mereka yang sama adalah 49,9 tahun. Angka ilmiah ini kini diterima secara bulat oleh jurusan astronomi di universitas Harvard, Ottawa dan Leicester.

Ketiga, Bintang Sirius telah mengambil perhatian besar bangsa-bangsa terdahulu, sebagaimana diketahui bahwa bangsa Mesir kuno menjadwalkan banjir sungai Nil dengan lewatnya bintang Sirius di atas angkasa, mereka memantaunya dengan tujuan tersebut dan mengawasi setiap gerakannya. Dan bintang Sirius ini juga punya peranan penting pada legenda-legenda bangsa Persia dan Arab pada umumnya.

Syi�raa adalah bintang raksasa dan paling terang di langit malam hari, bintang yang nyaris dijadikan Tuhan oleh nabi Ibrahim kalau-lah tidak meperoleh hidayah dari Allah SWT. Syi�raa salah satu sembahan bangsa arab jaman jahiliyah, yaitu kasus yang dicela dan diberantas oleh surah An Najm ini. Maka indikasi yang paling dekat dimaksud pada awal ayat An Najm �Demi bintang ketika jatuh�, adalah bintang �Sirius�.

Dengan demikian, pemilihan fenomena �Demi bintang ketika jatuh�, sesuai karakter bintang Sirius. Dengan kata lain Allah memperingatkan dalam sumpah-Nya bahwa bintang sebesar apapun adanya termasuk Sirius pasti akan jatuh dan berubah bentuknya, maka tidak layak untuk disemabah. Yang wajib disembah adalah Allah Yang Maha Perkasa, Tinggi dan Kekal.

(Wallahu a'lam).

PASAL 3, RASI BINTANG:


Rasi bintang atau konstelasi adalah sekelompok bintang yang tampak berhubungan membentuk suatu konfigurasi khusus. Dalam ruang tiga demensi, kebanyakan bintang yang kita amati tidak memiliki hubungan satu dengan lainnya, tetapi dapat terlihat seperti berkelompok pada bola langit malam. Manusia memiliki kemampuan yang sangat tinggi dalam mengenali pola dan sepanjang sejarah telah mengelompokkan bintang-bintang yang tampak berdekatan menjadi rasi-rasi bintang.

Susunan rasi bintang yang tidak resmi, yaitu yang dikenal luas oleh masyarakat tapi tidak diakui oleh para ahli astronomi atau Himpunan Astronomi International, juga disebut asterisma. Bintang-bintang pada rasi bintang atau asterisma jarang yang mempunyai hubungan astrofisika; mereka hanya kebetulan saja tampak berdekatan di langit yang tampak dari Bumi dan biasanya terpisah sangat jauh.

Pengelompokan bintang-bintang menjadi rasi bintang sebenarnya cukup acak, dan kebudayaan yang berbeda akan memiliki rasi bintang yang berbeda pula, sekalipun beberapa yang sangat mudah dikenali biasanya seringkali ditemukan, misalnya Orion atau Scorpius.

Himpunan Astronomi International telah membagi langit menjadi 88 rasi bintang resmi dengan batas-batas yang jelas, sehingga setiap arah hanya dimiliki oleh satu rasi bintang saja. Pada belahan bumi (hemisfer) utara, kebanyakan rasi bintangnya didasarkan pada tradisi Yunani, yang diwariskan melalui Abad Pertangahan, dan mengandung simbol-simbol Zodiak.

Beragam pola-pola lainnya yang tidak resmi telah ada bersama-sama dengan rasi bintang dan disebut asterisma, seperti Bajak (juga dikenal di Amerika Serikat sebagai Big Dipper) dan Little Dipper (Lihat : Gb. Bintang Utara).

Big Dipper terlihat seperti sendok. Mereka adalah rasi bintang yang penting untuk dilihat karena dapat memperlihatkan kepada kita dimana Bintang Utara (North Star). Bintang Utara selalu menunjukkan arah utara. Jika kita menemukan Bintang Utara, kita akan dapat menemukan arah utara, selatan, timur, dan barat. Dengan mengetahui arah, kita dapat menemukan jalan saat tersesat. Kita juga dapat menemukan arah qiblat jika kita memerlukan.

Setidaknya ada empat rasi bintang utama yang perlu kita ketahui, yaitu :

1. Rasi Bintang Pari: Berbentuk palang, dan bintang di ujung palang sentiasa menunjukkan ke arah selatan.
2. Rasi Bintang Belantik: Bentuknya menyerupai seorang pemburu, dan bintang di kepala menunjukkan arah utara.
3. Rasi Bintang Biduk: Berbentuk sendok, dan dua bintang di ujung menunjuk ke arah utara.
4. Rasi Bintang Skorpion: Menggambarkan seekor kala jengking.

Allah SWT Yang Maha Pengasih, telah memberikan bintang yang dapat menunjuki kita. Selama beberapa abad para pelaut dan penjelajah menggunakan bintang untuk menemukan jalan mereka. Bintang adalah karunia yang besar bagi manusia.

Sungguh menakjubkan betapa bintang dapat menunjuki kita dan membantu kita disaat tersesat? Bintang membuktikan kepada kita bahwa Allah adalah Maha Kuasa, Maha Pengasih, dan maha Penyayang.

(Wallahu A'lam)

PASAL 4, BINTANG THAARIQ (PULSAR):


Arti kata Thaariq:

Kata "Thariq", nama Surah ke-86 dari Al Qur�an, berasal dari akar kata bahasa arab "tharq", yang arti dasarnya adalah: "memukul dengan cukup keras untuk menimbulkan suara", atau "menumbuk", atau "berdenyut atau berdetak".

Pendapat ahli tafsir:
Beberapa pendapat ahli tafsir tentang ayat ini, sebut saja misalnya: Ibnu Katsir, ia mengemukan pendapat Qatadah dan ahli tafsir terdahulu lainnya mengatakan: �Di namakan bintang thariq karena muncul di malam hari dan menghilang pada siang hari��, dan menambahkan tafsiran Ibnu Abbas ra. tentang kalimat �ats tsaaqib� dengan �bersinar�.

Berbeda dengan Sayyid Quthub hanya mengomentari sebagai jenis bintang tertentu saja, tidak bersedia merincikan jenis bintang tersebut, bahkan berkesimpulan bahwa langit dan bintang-bintangnya semua memancarkan cahaya di kegelapan malam.

Sedangkan Makhluf menafsirkan: �Yang diaksudkan disini (ath thaariq), yaitu bintang yang nampak di malam hari..�, ia menambahkan: �an-najmu ats-tsaaqibu�, yaitu yang bersinar, seakan-akan menembus kegelapan Dengan cahayanya..�. Seperti juga Sayyid Quthub, ia menyebut sebagai jenis bintang tertentu.

Ash Shabuni dan para penyusun Tafsir Al Muntakhab sepakat dengan pendapat Ibnu Katsir di atas, dan menambahkan bahwa selain kalimat sumpah ini menunjukan jenis bintang tertentu, ada juga pembatasan dan pengkhususan yang tidak bisa di lupakan dalam ayat ini. Seandainya symbol ath thariq sama dengan semua bintang, tidaklah disebutkan dalam ayat ini dengan perincian sedetail ini�

Hakikat sains Al Qur�an:
Dengan mempertimbangkan arti yang memungkinkan dari kata tersebut, yaitu memukul keras, berdenyut atau berdetak seperti dijelaskan di atas, dan penjelasan dari beberapa ahli tafsir, perhatian kita akan diarahkan oleh ayat ini pada sebuah kenyataan ilmiah penting.

Istilah bintang disebutkan di dalam Al Qur�an sebanyak 14 kali, empat diantaranya bentuk single �an-najm�, sembilan bentuk plural �an-nujum�, dan satupun diantaranya tidak ada disebut dengan �ath-thaariqi an-najmu ats tsaaqibu�, kecuali yang ada dalam Surah yang kita bahas ini.

Untuk menggambarkan bintang ini, lebih lanjut Allah berfirman: �Tahukah anda apakah Bintang Thariq itu?, yaitu bintang yang cahayanya menembus�. Istilah ath-thariqi dalam ayat di atas berarti sebuah bintang yang menembus malam, yang menembus kegelapan, yang muncul di malam hari, yang menembus dan bergerak, yang berdenyut atau berdetak, yang menumbuk, atau bintang terang.

Dari ayat ke-3 surat Ath Thaariq istilah "an najmu ats tsaaqibu," yang berarti yang menembus, yang bergerak, atau yang membuat lubang, mengisyaratkan bahwa Thaariq adalah sebuah bintang terang yang membuat lubang di kegelapan dan bergerak, semua sifat-sifat ini mengidentifikasikan pada sebuah fenomena alam ruang angkasa yang yang maha dahsyat, baru di abad ke-20 ditemukan oleh ilmu pengetahuan kontemporer, yaitu dikenal dengan "PULSARS".

Hakikat ilmu pengetahuan modern:
Melalui penelitian oleh Jocelyn Bell Burnell, di Universitas Cambridge pada tahun 1967, sinyal radio yang terpancar secara teratur ditemukan. Namun, hingga saat itu belumlah diketahui bahwa terdapat benda langit yang berkemungkinan menjadi sumber getaran atau denyut (detak) teratur yang agak mirip pada jantung.

Pada tahun 1967, para pakar astronomi menyatakan bahwa, ketika materi menjadi semakin rapat di bagian inti karena perputarannya mengelilingi sumbunya sendiri, medan magnet bintang tersebut juga menjadi semakin kuat, sehingga memunculkan sebuah medan magnet pada kutub-kutubnya sebesar 1 triliun kali lebih kuat daripada yang dimiliki Bumi. Mereka lalu paham bahwa sebuah benda yang berputar sedemikian cepat dan dengan medan magnet yang sedemikian kuat memancarkan berkas-berkas sinar yang terdiri dari gelombang-gelombang radio yang sangat kuat berbentuk kerucut di setiap putarannya.

Tak lama kemudian, diketahui juga bahwa sumber sinyal-sinyal ini adalah perputaran cepat dari bintang-bintang neutron. Bintang-bintang neutron yang baru ditemukan ini dikenal sebagai "pulsar" (Radio Pulsars). Disebut demikian, karena menimbulkan denyutan-denyutan sinyal radio secara teratur setiap detik, yang mencapai tiga puluh kali denyutan per detik. Adalah rahmat Allah kepada kita, bahwa denyutan-denyutan radio paling dekat ke kita mencapai 5000 tahun cahaya, kalau tidak pastilah denyutan-denyutannya mengerikan tersebut akan menghancurkan semua tata kehidupan di bumi ini.
Bintang-bintang ini, yang berubah menjadi pulsar melalui ledakan supernova, tergolong yang memiliki massa terbesar, dan termasuk benda-benda yang paling terang dan yang bergerak paling cepat di ruang angkasa. Sejumlah pulsar berputar 600 kali per detik.

Kata pulsar berasal dari kata kerja �to pulse�. Menurut kamus American Heritage Dictionary, kata tersebut berarti bergetar, berdenyut. Kamus Encarta Dictionary mengartikannya sebagai berdenyut dengan irama teratur, bergerak atau berdebar dengan irama teratur yang kuat. Lagi menurut Encarta Dictionary, kata �pulsate", yang berasal dari akar yang sama, berarti mengembang dan menyusut dengan denyut teratur yang kuat.

Menyusul penemuan itu, diketahui kemudian bahwa peristiwa alam yang digambarkan dalam Al Qur'an sebagai thaariq, yang berdenyut, memiliki kemiripan yang sangat dengan bintang-bintang neutron yang dikenal sebagai pulsar.

Bintang-bintang neutron terbentuk ketika inti dari bintang-bintang maharaksasa runtuh. Materi yang sangat termampatkan dan sangat padat itu, dalam bentuk bulatan yang berputar sangat cepat, menangkap dan memampatkan hampir seluruh bobot bintang dan medan magnetnya. Medan magnet amat kuat yang ditimbulkan oleh bintang-bintang neutron yang berputar sangat cepat ini telah dibuktikan sebagai penyebab terpancarnya gelombang-gelombang radio sangat kuat yang teramati di Bumi.

Di ayat ke-2 Surah Ath Thaariq : "Tahukah anda apakah Ath Thariq itu ?", merujuk pada pemahaman. Pulsar, yang terbentuk melalui pemampatan bintang yang besarnya beberapa kali ukuran Matahari, termasuk benda-benda langit yang sulit untuk dipahami. Pertanyaan pada ayat tersebut menegaskan betapa sulit memahami bintang berdenyut ini. (Wallaahu a'lam)

PASAL 5, ROTASI BINTANG-BINTANG:


Salah satu ke istimewaan Al Qur�an mudah dipahami oleh setiap orang sesuai dengan tingkat kecerdasannya, bangsa arab yang menerima Al Qur�an pada jamannya atau sesudahnya sedikit, mengetahui bahwa tempat Peredaran bintang-bintang yang kita saksikan sangatlah besar, karena manusi tidak mampu mencapainya. Saking besarnya peristiwa-peristiwa alam tersebut Allah SWT bersumpah dengannya. Ini penafsiran sederhana mereka terhadap ayat ini.

Namun, jaman sekarang terutama setelah ilmu pengetahuan dan teknologi mengalami kemajuan yang sangat pesat khusunya di bidang astronomi, timbullah pemahaman baru sungguh menakjubkan, yang memberikan pencerahan kenapa Allah SWT bersumpah demi rotasi bintang-bintang, dan mendeklarasikan sumpah ini dengan peristiwa yang sangat besar.

Ilmu pengetahuan telah membuktikan bahwa manusia sama sekali tidak dapat melihat bintang-bintang, sungguh ini merupakan hal yang luar biasa, yaitu hakikatnya adalah tanda-tanda kekuasaan Allah. Apa yang kita saksikan di atas langit sana hanyalah rotasi bintang-bintang saja, yang sebelumnya di tempati bintang-bintang kemudian berpindah keposisi yang lain pada peredarannya.

Jagad raya yang sedemikian luas, dan bintang-bintang yang jauhnya tak terkirakan dari kita penghuni bumi, membuat sinarnya tidak akan sampai ke kita kecuali setelah tenggang waktu yang sangat lama, dimana bintang-bintang tersebut sudah tidak diposisi kita lihat, dia sudah bergeser jauh meneruskan peredarannya dalam galaksi. Atau mungkin saja sudah jatuh menjadi lubang hitam karena kehabisan energi, tetapi sinarnya masih menyala-nyala di kegelapan malam dan sampai ke kita.

Matahari misalnya, bintang yang paling dekat ke bumi, jaraknya kira-kira mencapai 150 juta kilometre, cahayanya akan sampai ke bumi setelah kira-kira 8 menit. Kecepatan cahaya adalah 300 ribu KM/ detik, bayangkan kalau matahari berputar pada porosnya dengan kecepatan 19 KM/ detik, ini berarti selama 8 menit jarak tempuh cahaya sampai ke bumi itu, matahari telah bergerak meninggalkan sumber cahaya yang kita lihat tersebut sepanjang 10 ribu kilometer, itulah jarak yang telah ditempuh matahari meninggalkan jejak cahaya yang baru kita lihat.

Kalau saja matahari, bintang yang paling dekat dengan kita, meninggalkan jejak cahaya sedemikian jauh, berapa jauh lagi jarak tempuh bintang-bintang lain yang lebih jauh sekali dari kita, dengan massanya terkadang lebih besar ribuan kali lipat dari matahari kita, hanya kemampuan penglihatan kita-lah yang terbatas menjangkaunya.

Ini hanya salah satu sebab kenapa bintang-bintang tidak dapat di lihat oleh kita kecuali hanya jejaknya saja, disana masih ada sebab-sebab lain yang penulis tidak ingin memperpanjang disini, pada kesempatan lain kita akan membahasnya, insya Allah.